Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya
Pohon besar tumbuh mendekati langit dan menjauhi tanah. Ia merasa telah melihat segala dari ketinggiannya. Namun masih ingatkah ia dengan sepetak tanah mungil waktu masih kerdil dulu? Masih pahamkah ia akab semesta kecil ketika semut serdadu bagaikan kereta raksasa dan setetes embun seolah bola kaca dari surga. Tak kala ia tak peduli akan pola awan di langit dan tak kenal tiang listrik?
Waktu kecil dulu, kupu-kupu masih sering hinggap di pucuknya. Kini burung besar bahkan bersangkar diketiaknya. Kawanan kelelawar menggantungi buahnya. Namun jangan sekali-kali ia merendahkan kupu-kupu yang hanya menggeliat di tapaknya, karena mendengar bahasanyapun ia tak mampu lagi.
Setiap jenjang memiliki dunia sendiri, yang selalu dilupakan ketika umur bertambah tinggi. Tak bisa kembali ke kacamata yang sama bukan berarti kita lrbih mengerti dari yang semula. Rambut putih tak menjadfikan kita manusia yang serba tahu.
Dapatkah kita kembali mengerti apa yang di tertaeakan anak kecil atau yang digejolakkan anak belasan tahun seiring dengan kecepatan zaman yang melesat meninggalkan? Karena kita tumbuh kedalam dan tak bisa terlalu jauh kesamping. Selalu tercipta kutub-kutub pemahaman yang tak akan bertemu kalau tidak di jembatani.
Jembatan yang rendah hati, bukan kesombongan diri.
- Dee (Filosofi Kopi)
No comments:
Post a Comment