Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) adalah zona yang luasnya
200 mil dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara
pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan
kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun
melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari kebutuhan yang
mendesak. Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada kebutuhan yang berkembang
semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi negara pantai atas
lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.
Berdasarkan undang-undang dasar Republlik
Indonesia nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
menyebutkan bahwa :
“Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar
dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan
undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut,
tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut
diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia”.
Konsep dari ZEE telah jauh diletakan di depan untuk
pertama kalinya oleh Kenya pada
Asian-African Legal Constitutive
Committee pada Januari 1971, dan pada Sea Bed Committee PBB di tahun berikutnya.
Proposal Kenya menerima support aktif dari banyak Negara Asia dan Afrika. Dan
sekitar waktu yang sama banyak Negara Amerika Latin mulai membangun sebuah
konsep serupa atas laut patrimonial. Dua hal tersebut telah muncul secara
efektif pada saat UNCLOS dimulai, dan sebuah konsep baru yang disebut ZEE telah
dimulai.
Ketentuan utama dalam Konvensi Hukum Laut yang
berkaitan dengan ZEE terdapat dalam bagian ke-5 konvensi tersebut. Sekitar
tahun 1976 ide dari ZEE diterima dengan antusias oleh sebagian besar anggota
UNCLOS, mereka telah secara universal mengakui adanya ZEE tanpa perlu menunggu
UNCLOS untuk mengakhiri atau memaksakan konvensi.
Penetapan universal wilayah ZEE seluas 200 mil akan
memberikan setidaknya 36% dari seluruh total area laut. Walaupun ini porsi yang
relatif kecil, di dalam area 200 mil yang diberikan menampilkan sekitar 90%
dari seluruh simpanan ikan komersial, 87% dari simpanan minyak dunia, dan 10%
simpanan mangan.
Lebih jauhnya, sebuah porsi besar dari penelitian
scientific kelautan mengambil tempat di jarak 200 mil dari pantai, dan hampir
seluruh dari rute utama perkapalan di dunia melalui ZEE negara pantai lain
untuk mencapai tujuannya. Melihat begitu banyaknya aktifitas di zona ZEE,
keberadaan rezim legal dari ZEE dalam Konvensi Hukum Laut sangat penting
adanya.
Hak berdaulat, kewajiban yurisdiksi dan hak-hak lain
di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Hal ini di atur dalam Bab III pasal 4 UU no.5 Tahun
1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang menyebutkan bahwa :
(1) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Republik Indonesia mempunyai dan
melaksanakan :
a. Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan
eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati dan non hayati
dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di atasnya dan
kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona
tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin;
b. Yurisdiksi yang berhubungan dengan :
1. pembuatan dan penggunaan pulau-pulau buatan,
instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan lainnya;
2. penelitian ilmiah mengenai kelautan;
3. perlindungan dan pelestarian lingkungan taut;
c. Hak-hak lain dan kewajiban-kewajiban lainnya
berdasarkan Konvensi Hukum Laut yang berlaku.
(2) Sepanjang yang bertalian dengan dasar laut dan tanah di bawahnya, hak
berdaulat, hakhak lain, yurisdiksi dan kewajiban-kewajiban Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan menurut peraturan
perundang-undangan Landas Kontinen Indonesia, persetujuan-persetujuan antara
Republik Indonesia dengan negara-negara tetangga dan ketentuan-ketentuan hukum
internasional yang berlaku-
(3) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, kebebasan pelayaran dan
penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan kabel
dan pipa bawah laut diakui sesuai dengan prinsip-prinsip hukum laut
internasional yang berlaku.
Hak berdaulat Indonesia yang dimaksud oleh
undang-undang ini tidak sama atau tidak dapat disamakan dengan kedaulatan penuh
yang dimiliki dan dilaksanakan oleh Indonesia atas laut wilayah, perairan
Nusantara dan perairan pedalaman Indonesia. Berdasarkan hal tersebut diatas
maka sanksi-sanksi yang diancam di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia berbeda
dengan sanksi-sanksi yang diancam di perairan yang berada dibawah kedaulatan
Republik Indonesia tersebut.
Hak-hak lain berdasarkan hukum internasional adalah
hak Republik Indonesia untuk melaksanakan penegakan hukum dan hot pursuit
terhadap kapal-kapal asing yang melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan
peraturan perundang-undangan Indonesia mengenai zona ekonomi eksklusif.
Kewajiban lainnya berdasarkan hukum internasional adalah kewajiban Republik
Indonesia untuk menghormati hak-hak negara lain, misalnya kebebasan pelayaran
dan penerbangan (freedom of navigation and overflight)dan kebebasan pemasangan
kabel-kabel dan pipa-pipa bawah laut (freedom of the laying of submarine cables
and pipelines).
Pada ayat dua menentukan, bahwa sepanjang menyangkut
sumber daya alam hayati dan non hayati di dasar laut dan tanah di bawahnya yang
terletak di dalam batas-batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia hak berdaulat
Indonesia dilaksanakan dan diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan
Indonesia yang berlaku di bidang landas kontinen serta persetujuan-persetujuan
internasional tentang landas kontinen yang menentukan batas-batas landas
kontinen antara Indonesia dengan negara-negara tetangga yang pantainya saling
berhadapan atau saling berdampingan dengan Indonesia.
Sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang
berlaku seperti yang tumbuh dari praktek negara dan dituangkan dalam Konvensi
Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut yang dihasilkan oleh Konperensi
Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut Ketiga di zona ekonomi eksklusif
setiap negara, baik negara pantai maupun negara tak berpantai, menikmati
kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta kebebasan pemasangan
kabel dan pipa bawah laut, serta penggunaan laut yang bertalian dengan
kebebasan-kebebasan tersebut seperti pengoperasian kapal-kapal, pesawat udara
dan pemeliharaan kabel dan pipa bawah laut.
Kegiatan-kegiatan di zona ekonomi eksklusif Indonesia
Masalah kegiatan-kegiatan ini diatur di dalam pasal 5
UU no.5 tahun 1983 tentang zona ekonomi eksklusif Indonesia. Kegiatan
untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam atau kegiatan-kegiatan
lainnya untuk eksplorasi dan/atau eksploitasi ekonomis seperti pembangkitan
tenaga dari air, arus dan angin di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang
dilakukan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia harus berdasarkan
izin dari Pemerintah Republik Indonesia.
Sedangkan kegiatan-kegiatan tersebut di atas yang
dilakukan oleh negara asing, orang atau badan hukum asing harus berdasarkan
persetujuan internasional antara Pemerintah Republik Indonesia dengan negara
asing yang bersangkutan.
Dalam syarat-syarat perjanjian atau persetujuan
internasional dicantumkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi
oleh mereka yang melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di zona
tersebut, antara lain kewajiban untuk membayar pungutan kepada Pemerintah
Republik Indonesia.
Sumber daya alam hayati pada dasarnya memiliki daya
pulih kembali, namun tidak berarti tak terbatas. Dengan adanya sifat-sifat yang
demikian, maka dalam melaksanakan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam
hayati, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan tingkat pemanfaatan baik di
sebagian atau keseluruhan daerah di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesi.
Dalam hal usaha perikanan Indonesia belum dapat
sepenuhnya memanfaatkan seluruh jumlah tangkapan yang diperbolehkan tersebut,
maka selisih antara jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan jumlah kemampuan
tangkap (capacity to harvest) Indonesia, boleh dimanfaatkan oleh negara lain
dengan izin Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan persetujuan internasional.
Misalnya jumlah tangkapan yang diperbolehkan ada 1.000 (seribu) ton sedangkan
jumlah kemampuan tangkap Indonesia baru mencapai 600 (enam ratus) ton maka
negara lain boleh ikut memanfaatkan dari sisa 400 (empat ratus) ton tersebut
dengan izin Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan persetujuan internasional
Batas luar dan Lebarnya zona ekonomi
eksklusif
Angka yang dikemukakan mengenai lebarnya zona ekonomi
eksklusif adalah 200 mil atau 370,4 km. kelihatannya angka ini tidak
menimbulkan kesukaran dan dapat diterima oleh negara-negara berkembang dan
negara-negara maju.semenjak dikemukakannya gagasan zona ekonomi, angka 200 mil
dari garis pangkal sudah menjadi pegangan.sekiranya lebar laut wilayah 12 mil
sudah diterima, seperti kenyataannya sekarang ini, sebenarnya lebar zona
ekonomi eksklusif adalah 200-12 = 188 mil. Sebagaimana telah dikemukakan
hak-hak negara pantai atas kedua laut tersebut berbeda yaitu kedaulatan penuh
atas laut wilayah(teritorial) dan hak-hak berdaulat atas zona ekonomi untuk
tujuan eksploitasi sumber kekayaan yang terdapat di daerah laut tersebut.
Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut
territorial. Zona batas luas tidak boleh melebihi kelautan 200 mil dari garis
dasar dimana luas pantai territorial telah ditentukan. Kata-kata dalam
ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil adalah batas maksimum dari ZEE,
sehingga jika ada suatu negara pantai yang menginginkan wilayahnya ZEE-nya
kurang dari itu, negara itu dapat mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja
negara-negara pantai tidak akan memilih mengurangi wilayah ZEEnya kurang dari
200 mil, karena kehadiran wilayah ZEE negara tetangga. Kemudian timbul
pertanyaan mengapa luas 200 mil menjadi pilihan maksimum untuk ZEE. Alasannya
adalah berdasarkan sejarah dan politik : 200 mil tidak memiliki geographis
umum, ekologis dan biologis nyata. Pada awal UNCLOS zona yang paling banyak di
klaim oleh negara pantai adalah 200 mil, diklaim negara-negara amerika latin
dan Afrika. Lalu untuk mempermudah persetujuan penentuan batas luar ZEE maka
dipilihlah figur yang paling banyak mewakili klaim yang telah ada. Tetapi tetap
mengapa batas 200 mil dipilih sebagai batas luar jadi pertanyaan. Menurut Prof.
Hollick, figure 200 mil dipilih karena suatu ketidaksengajaan, dimulai oleh
negara Chili. Awalnya negara Chili mengaku termotifasi pada keinginan untuk
melindungi operasi paus lepas pantainya. Industri paus hanya menginginkan zona
seluas 50 mil, tapi disarankan bahwa sebuah contoh diperlukan. Dan contoh yang
paling menjanjikan muncul dalam perlindungan zona adalah diadopsi dari
Deklarasi Panama 1939. Zona ini telah disalahpahami secara luas bahwa luasnya
adalah 200 mil, padahal faktanya luasnya beranekaragam dan tidak lebih dari 300
mil.
Delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif
Mengingat ZEE yang merupakan zona baru,dalam
penerapannya oleh negara-negara menimbulkan situasi bahwa negara-negara
yang berhadapan atau berdampingan yang jarak pantainya kurang dari 200 mil laut
harus melakukan suatu delimitasi (batasan) ZEE satu sama lain.seperti halnya
delimitasi batas landas kontinen,prinsip hukum delimitasi ZEE diatur dalam
pasal 74 konvensi hukum laut 1982.rumusan pasal ini secara mutatis mutandis
sama dengan pasal 83 tentang delimitasi landas kontinen.
Sebelum zona ini lahir, negara-negara pada umumnya
mengenal konsepsi zona perikanan sehingga perjanjian yang dibuat adalah
perjanjian batas zona perikanan pula.perjanjian batas ZEE antar negara
berdasarkan konvensi hukum laut 1982 masih belum begitu banyak.Indonesia baru
menetapkan perjanjian ZEE hanya dengan australia melalui perjajian antara
pemerintah republik Indonesia dengan pemerintah Australia tentang penetapan
batas Zona Ekonomi Ekssklusif dan batas-batas dasar laut tertentu yang
ditandatangani di Perth, pada tanggal 14 Maret 1997. Indonesia masih harus
membuat perjanjian ZEE dengan seluruh negara yang berbatasan laut dengan
Indonesia kecuali Australia
LANDAS KONTINEN (continental self)
Pada hakekatnya rezim landas kontinen lahir melalui
pernyataan-pernyataan unilateral dan kadang melalui jalan konvensional.selanjutnya
konferensi jenewa 1958 membuat ketentuan mengenai dasar laut tersebut yang
kemudian disempurnakan dalam konvensi.setelah tahun 1958 banyak negara yang
mengeluarkan undang-undang tentang landas kontinen dan membuat perjajian yang
didasarkan atas ketetuan yang terdapat dalam konvensi jenewa tersebut. Termasuk
Indonesia yaitu Undang-Undang nomor 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen
Indonesia.
Konvensi jenewa 1958 tentang landas kontinen berhasil
untuk menentukan secara umum,rezim yang sam mengenai landas kontinen.konvensi
yang hanya berisikan 15 pasal tersebut mulai berlaku sejak 10 Juni 1964 setelah
ratifikasi ke-22 oleh Inggris.
Pasal 1 konvensi jenewa menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan landas kontinen adalah :
Dasar dan lapisan tanah dibawah laut yang berbatasan dengan pantai tetapi
berada diluar daerah laut wilayah sampai kedalaman 200-350 meter atau daerah
yang lebih dalam lagi dimana dalam airnya memungkinkan eksploitasi
sumber-suumber daya alam di daerah tersebut.
Dasar dan lapisan tanah di bawah laut seperti di atas yang berbatasan dengan
pantai kepulauan.
Dalam hal ini, konvensi jenewa tidak lagi memasukkan
landas kontinen yang berada di bawah laut wilayah karena secara otomatis landas
kontinen tersebut berada sepenuhnya di bawah kedaulatan negara pantai seperti
kedaulatannya terhadap laut wilayah itu sendiri.jadi konvensi hanya mengatur
landas kontinen diluar laut wilayah sampai kedalaman 200 meter atau lebih.
Sebuah negara bisa menetapkan landas kontinennya
secara maksimal yaitu 350 mil apabila mempunyai teknologi yang canggih untuk
melakukan eksploitasi dan eksplorasi terhadap jarak 350 mil tersebut. Cara
mengklaim landas kontinen yaitu dengan cara mengklaim, kemudian membuat
perjajian dengan negara tetangga. Ketika perjajian sudah disetujui maka
kemudian di depositkan atau disimpan di sekjen PBB.
Hak-hak Negara Pantai
Selanjutnya pasal 2 konvensi jenewa tersebut
menyatakan : negara pantai mempunyai hak-hak berdaulat atas landas kontinen
untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber alamya. Hak-hak yang
tercantum dalam ayat 1 pasal tersebut adalah eksklusif yang dapat melakukan
kegiatan-kegiatan di atas landas kontinen itu tanpa persetujuan negara pantai.
Negara-negara pantai hanya mempunyai kedaulatan
fungsional, yaitu kedaulatan yang khusus dan perlu untuk mengadakan eksplorasi
dan eksploitasi landas kontinen itu saja.kedaulatan negara pantai dalm hal ini
terbatas, sebagaimana yang disebut ayat 3 pasal 2 konvensi yang tersebut di
atas yaitu : hak-hak negara pantai atas landasan kontinen tidak boleh
berarti pendudukaan secara efektif dan fiktif. Kedaulatan negar pantai atas
landas kontinennya hanya kedaulatan yang perlu untuk menggali sumber-sumber
daya alam yang terdapat di sana. Prinsip ini sesuai pula dengan pernyataan
presiden Truman September 1945 sebelumnya,bahwa negara pantai atas landas
kontinen tidak akan mempengaruhi status yang sah dari lautan bebas perairan itu
atau udara di atasnya (pasal 3 konvensi). Jadi, konvensi ini menolak secara
resmi pretensi negara-negara untuk meletakkan laut lepas yang berada di atas
landas kontinen di bawah kedaulatannya.laut lepas yang ada diatas landas
kontinen suatu negara pantai akan tetap berstatus lautt lepas dengan
kebebasan-kebebasannya.
Delimitasi Landas Kontinen
Undang-undang no.1 tahun 1973 tentang landas kontinen
Indonesia dalam pasal 3 yang bunyinya “Dalam hal landas kontinen Indonesia, termasuk
depresi-depresi yang terdapat di landas Kontinen Indonesia, berbatasan dengan
negara lain, penetapan garis batas landas kontinen dengan negara lain dapat
dilakukan dengan cara mengadakan perundingan untuk mencapai suatu persetujuan” juga
menyatakan prinsip penetapan batas garis landas kontinen dengan negara-negara
lain dengan cara perundingan. Prinsip ini sudah dilaksanakan lama sebelum
keluarnya undang-undang tersebut dan dibawah ini adalah persetujuan-persetujuan
garis batas landas kontinen Indonesia yang sampai sekarang dibuat dengan
negara-negara tetangga, yaitu :
Persetujuan RI- Malaysia tentang garis batas landas kontinen di selat malaka
dan laut cina, ditandatangani di kuala lumpur tanggal 27 Oktober 1969, mulai
berlaku 7 November 1969.
Persetujuan RI-Thailand tentang garis batas landas kontinen di selat malaka
(bagian utara) dan laut andaman, ditandatangani di Bangkok tanggal 7 Desember
1971, mulai berlaku 7 April 1972.
Persetujuan RI-Malaysia-Thailand tentang penetapan garis batas landas kontinen
di selat malaka (bagian utara), ditandatangani di kuala lumpur tanggal 21
Desember 1971,mulai berlaku 16 Juli 1973.
Persetujuan RI-Australia tentang penetapan garis batas dasar laut tertentu
(laut arafura dan daerah utara irian jaya-papua nugini), ditandatangani di
Canberra tanggal 18 mei 1971,mulai berlaku tanggal 8 November 1973.
Persetujuan RI-Australia tentang penetapan garis batas daerah-daerah tertentu
(selatan pulau tanimbar dan pulau timor), ditandatangani di Jakarta tanggal 9
Oktober.
Persetujuan RI-India tentang penetapan garis batas landas kontiinen antara
kedua negara. Ditandatangani di Jakarta tanggal 8 Agustus 1974.
Persetujuan RI-India tentang garis batas landas kontinen , ditandatangani di
New delhi tanggal 14 Januari 1977, mulai berlaku 15 Agustus 1977.
Persetujuan RI-Thailand tentang penetapan garis batas landas kontinen antar
kedua negara di laut Andaman, ditandatangani di Jakarta 11 Desember 1975 dan
mulai berlaku tanggal 18 februari 1978.
Persetujuan antara RI-India-Thailand tentang penetapan trijunction point dan penetapan
batas-batas antara ketiga negaradi laut
andaman,ditandatangani di new delhi tanggal 22 juni 1978 mulai berlaku tanggal
2 maret 1979
Perjanjian antara pemerintah RI dengan pemerintah Australia tentang penetapan
batas zona ekonomi eksklusif dan batas-batas dasar laut tertentu,ditandatangani
di perth, pada tanggal 14 Maret 1997, mulai berlaku setelah pertukaran piagam
ratifikasi.
Persetujuan batas landas kontinen Indonesia-vietnam disebelah utara pulau
natuna di laut cina selatan. Ditanda tangani tanggal 26 Juni 2003 di
Vietnam.belum diratifikasi.
Indonesia masih harus membuat
perjanjian–perjanjian batas landas kontinen dengan negara-negara tetanggan
lainnya seperti dengan malaysia di laut sulawesi, pasca putusan mahkamah internasional
tentang pulau sipadan dan ligitan 17 Desember 2002, dengan philipina di sebelah
utara sulawesi, dengan pulau di bagian samudra pasifik, dan dengan timor leste.
LAUT LEPAS (high seas)
Sudah merupakan suatu hukum
kebiasaan bahwa laut itu di bagi atas beberapa zona, dan zona yang paling jauh
dari pantai dinamakan laut lepas. Berdasarkan pasal 86 konvensi PBB tentang
hukum laut menyatakan bahwa laut lepas merupakan semua bagian dari laut yang
tidak termasuk dalam zona ekonoi eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam
perairan pedalaman suatu negara, atau dalam perairan kepulauan suatu negara
kepulauan. Jadi sesuai definisi ini laut lepas terletak di bagian luar zona
ekonomi eksklusif.adapun prinsip hukum yang mengatur rezim dilaut lepas adalah prinisip
kebebasan.. oleh karena itu pada dulunya negara-negara anglo-saxon menamai
laut lepas itu open sea. Namun demikian prinsip kebebasan ini harus pula
dilengkapi dengan tindakan-tindakn pengawasan, kerena kebebasan tanpa
pengawasan dapat mengacau kebebasan itu sendiri.
prisip kebebasan di laut lepas
Secara umum dan sesuai dengan pasal
87 konvensi, kebebasan dilaut lepas berarti bahwa laut lepas dapat digunakan
oleh negara manapun. Menurut pasal 87 konvensi tersebut diatas
kebebasan-kebebasan tersebut antara lain :
- kebebasan berlayar,
- kebebasan penerbangan,
- kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut, dengan mematuhi ketentuan-ketentuan bab VI konvensi,
- kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi-instalasi lainnya yang diperbolehkan berdasarkan hukum internasional dengan tunduk kepada babVI,
- kebebasan menangkap ikan dengan tunduk pada persyaratan yang tercantum dalam sub bab II,
- kebebasan riset ilmiah, dengan tunduk pada bab VI dan bab XIII.
Kebebasan ini berarti juga bahwa tidak satupun negara yang dapat menundukkan
kegiatan apapun di laut lepas di bawah kedaulatannya dan laut lepas hanya dapat
digunakna untuk tujuan-tujuan damai sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
pasal-pasal 88 dan 89 konvensi.
Sekarang ini penggunaan laut lepas untuk keperluan khusus bersifat nasional
seperti percobaan nuklir sering menimbulkan permasalahan dengan keseluruhan
kebebasan laut lepas yang telah diakui oleh masyarakat dunia. Dibuatnya suatu
parameter yang melarang navigasi kapal-kapal waktu pelaksanaan ujicoba nuklir
misalnya mendapat tantangan dari banyak negara karena mengurangi kebebasan
dilaut lepas. Kritikan terhadap penggunaan laut lepas untuk ujicoba nuklir
tertsebut terutamadidasarkan atas ketentuan pasal 88 dalam konvensi yang
menyatakan laut diperuntukan untuk tujuan-tujuan damai. Didirikannya suatu zona
terlarang selama berlangsungnya ujicoba tentu saja bertentangan dengan prinsip
kebebasan berlayar dan kebebasan terbang diatasnya. Sehubungan dengan ini
banyak negara membuat konvensi yang mengharuskan perundang-undangan nasionalnya
berisikan ketentuan untuk membayarkan ganti rugi pada negara-negara lain dalam
peleksanaan kebebasan –kebebasan tertentu dilaut lepas.
Pengawasan di laut lepas
Pengawasan di laut lepas dirasakan
perlu untuk menjamin kebebasan penggunaan laut. Pengawasan ini dilakukan oleh
kapal-kapal perang. Pengawasan yang dilakukan di laut lepas tersebut dibagi
atas dua bagian yaitu pengawasan umum dan pengawasan khusus.
A. Pengawasan Umum
Pengawasan umum ini terdiri dari
pengawasan biasa, inspeksi dan bahkan tindakan kekerasan yang bertujuan untuk
menjamin keamanan umum lalu lintas laut. Sehingga berdasarkan wewenang absolut
suatu negara bendera, maka kapal-kapal publik hanya tunduk kepada kapal-kapal perang
negaranya. Sebaliknya, kapal-kapal perang semua negara mempunyai wewenang
terhadap kapal-kapal swasta negara lain. Jadi tiap-tiap kapal perang mempunyai
wewenang untuk mengetahui kabangsaan suatu kapal dengan meminta supaya kapal
tersebut mengibarkan benderanya. Dalam hal tidak ada kontak, permintaan
pengibaran bendera bisa dilakukan dengan kode-kode lampu atau kalau cara ini
tidak berhasil dengan menembakkan peluru-peluru kosong ke kapal tersebut.
Tetapi, sebelumnya kapal perang harus mengibarkan dulu benderanya.
B.
Pengawasan-pengawasan khusus
Pengawasan –pengawasan khusus ini ada bermacam-macam :
1)
Pemberantasan perdanggangan budak belian
Semenjak penghapusan perdagangan
budak belian tahun 1815, banyak negara eropa membuat konvensi-konvensi untuk
menentukan rezim peberantasan pengangkutan budak-budak di laut lepas. Jadi
kapal perang pihak-pihak konvensi mempunyai kekkuasaan yang luas untuk
mengawasi dan memberantas perdangangan budak belian.
2)
Pemberantasan bajak laut
Berrdasarkan hukum kebiasaan, kapal
perang semua negara mempunyai wewenang untuk memberantas bajak laut
intternasional. Wewenangnya sangat luas kapal-kapal perang dapat menangkap dan
menahan kapal bajak laut. Selanjutnya negara bendera kapal perang tersebutlah
yang dapat mengadili dan menghukum pembajak-pembajak yang ditangkap.
3)
Pengawasan untuk melindungi kabel-kabel dan pipa bawah laut
Konvensi 14 maret 1894 memberikan
wewenang pada kapal –kapal perang negara-negara pihak konvensi untuk mengkonstatir
kerusakan kabel-kabel dan pipa bawah laut.
4)
Pengawasan penangkapan ikan
5)
Pemberantasan pencemaran laut
6)
Pengawasan untuk kepentingan sendiri negara-negara
Daftar pustaka
Boer mauna, hukum internasional, pengertian, peranan dan fungsi dalam era
dinamika global, edisi kedua, Alumni, Bandung, 2005.
Google.
Zona landas kontinen
Landas Kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan
dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter.
Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen
Asia dan landasan kontinen Australia.
Adapun batas landas kontinen
tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada dua
negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara
tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara.
Di dalam garis batas landas
kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alam
yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur pelayaran lintas
damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan oleh Pemerintah
Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969
Pada hakekatnya rezim landas
kontinen lahir melalui pernyataan-pernyataan unilateral dan kadang melalui
jalan konvensional.selanjutnya konferensi jenewa 1958 membuat ketentuan
mengenai dasar laut tersebut yang kemudian disempurnakan dalam konvensi.setelah
tahun 1958 banyak negara yang mengeluarkan undang-undang tentang landas
kontinen dan membuat perjajian yang didasarkan atas ketetuan yang terdapat
dalam konvensi jenewa tersebut. Termasuk Indonesia yaitu Undang-Undang nomor 1
tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia.
Konvensi jenewa 1958 tentang
landas kontinen berhasil untuk menentukan secara umum,rezim yang sam mengenai
landas kontinen.konvensi yang hanya berisikan 15 pasal tersebut mulai berlaku
sejak 10 Juni 1964 setelah ratifikasi ke-22 oleh Inggris.
Pasal 1 konvensi jenewa
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan landas kontinen adalah :
Dasar dan lapisan tanah
dibawah laut yang berbatasan dengan pantai tetapi berada diluar daerah laut
wilayah sampai kedalaman 200-350 meter atau daerah yang lebih dalam lagi dimana
dalam airnya memungkinkan eksploitasi sumber-suumber daya alam di daerah
tersebut.
Dasar dan lapisan tanah di
bawah laut seperti di atas yang berbatasan dengan pantai kepulauan.
Dalam hal ini, konvensi jenewa
tidak lagi memasukkan landas kontinen yang berada di bawah laut wilayah karena
secara otomatis landas kontinen tersebut berada sepenuhnya di bawah kedaulatan
negara pantai seperti kedaulatannya terhadap laut wilayah itu sendiri.jadi
konvensi hanya mengatur landas kontinen diluar laut wilayah sampai kedalaman
200 meter atau lebih.
Sebuah negara bisa menetapkan
landas kontinennya secara maksimal yaitu 350 mil apabila mempunyai teknologi
yang canggih untuk melakukan eksploitasi dan eksplorasi terhadap jarak 350 mil
tersebut. Cara mengklaim landas kontinen yaitu dengan cara mengklaim, kemudian
membuat perjajian dengan negara tetangga. Ketika perjajian sudah disetujui maka
kemudian di depositkan atau disimpan di sekjen PBB.
c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona Ekonomi Eklusif (ZEE)
adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona
tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan
berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di
atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul
dari kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada
kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas jurisdiksi
negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk UNCLOS III.
Berdasarkan undang-undang dasar Republlik Indonesia nomor 5 tahun 1983
tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menyebutkan bahwa :
“Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia
sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan
Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan
batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah
Indonesia”.
Konsep dari ZEE telah jauh
diletakan di depan untuk pertama kalinya oleh Kenya pada Asian-African Legal Constitutive
Committee pada Januari 1971, dan pada Sea Bed Committee PBB di tahun
berikutnya. Proposal Kenya menerima support aktif dari banyak Negara Asia dan
Afrika. Dan sekitar waktu yang sama banyak Negara Amerika Latin mulai membangun
sebuah konsep serupa atas laut patrimonial. Dua hal tersebut telah muncul
secara efektif pada saat UNCLOS dimulai, dan sebuah konsep baru yang disebut
ZEE telah dimulai.
Ketentuan utama dalam Konvensi
Hukum Laut yang berkaitan dengan ZEE terdapat dalam bagian ke-5 konvensi
tersebut. Sekitar tahun 1976 ide dari ZEE diterima dengan antusias oleh
sebagian besar anggota UNCLOS, mereka telah secara universal mengakui adanya
ZEE tanpa perlu menunggu UNCLOS untuk mengakhiri atau memaksakan konvensi.
Penetapan universal wilayah
ZEE seluas 200 mil akan memberikan setidaknya 36% dari seluruh total area laut.
Walaupun ini porsi yang relatif kecil, di dalam area 200 mil yang diberikan
menampilkan sekitar 90% dari seluruh simpanan ikan komersial, 87% dari simpanan
minyak dunia, dan 10% simpanan mangan.
Lebih jauhnya, sebuah porsi
besar dari penelitian scientific kelautan mengambil tempat di jarak 200 mil
dari pantai, dan hampir seluruh dari rute utama perkapalan di dunia melalui ZEE
negara pantai lain untuk mencapai tujuannya. Melihat begitu banyaknya aktifitas
di zona ZEE, keberadaan rezim legal dari ZEE dalam Konvensi Hukum Laut sangat
penting adanya.
Hak
berdaulat, kewajiban yurisdiksi dan hak-hak lain di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia.
Hal ini di atur dalam Bab III
pasal 4 UU no.5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang
menyebutkan bahwa :
1) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,
Republik Indonesia mempunyai dan melaksanakan :
a. Hak berdaulat untuk melakukan
eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan dan konservasi sumber daya alam hayati
dan non hayati dari dasar laut dan tanah di bawahnya serta air di atasnya dan
kegiatan-kegiatan lainnya untuk eksplorasi dan eksploitasi ekonomis zona
tersebut, seperti pembangkitan tenaga dari air, arus dan angin;
b. Yurisdiksi yang berhubungan dengan :
1. Pembuatan dan
penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan
lainnya;
2. Penelitian ilmiah mengenai kelautan;
3. Perlindungan
dan pelestarian lingkungan taut;
c. Hak-hak lain
dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan Konvensi Hukum Laut yang berlaku.
2) Sepanjang yang bertalian dengan dasar laut
dan tanah di bawahnya, hak berdaulat, hakhak lain, yurisdiksi dan
kewajiban-kewajiban Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
menurut peraturan perundang-undangan Landas Kontinen Indonesia,
persetujuan-persetujuan antara Republik Indonesia dengan negara-negara tetangga
dan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang berlaku-
3) Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia,
kebebasan pelayaran dan penerbangan internasional serta
kebebasan pemasangan kabel dan pipa bawah laut diakui sesuai dengan
prinsip-prinsip hukum laut internasional yang berlaku.
Hak berdaulat Indonesia yang
dimaksud oleh undang-undang ini tidak sama atau tidak dapat disamakan dengan
kedaulatan penuh yang dimiliki dan dilaksanakan oleh Indonesia atas laut
wilayah, perairan Nusantara dan perairan pedalaman Indonesia. Berdasarkan hal
tersebut diatas maka sanksi-sanksi yang diancam di Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia berbeda dengan sanksi-sanksi yang diancam di perairan yang berada
dibawah kedaulatan Republik Indonesia tersebut.
Batas luar dan Lebarnya zona ekonomi
eksklusif
Angka yang dikemukakan mengenai
lebarnya zona ekonomi eksklusif adalah 200 mil atau 370,4 km. kelihatannya
angka ini tidak menimbulkan kesukaran dan dapat diterima oleh negara-negara
berkembang dan negara-negara maju.semenjak dikemukakannya gagasan zona ekonomi,
angka 200 mil dari garis pangkal sudah menjadi pegangan.sekiranya lebar laut
wilayah 12 mil sudah diterima, seperti kenyataannya sekarang ini, sebenarnya
lebar zona ekonomi eksklusif adalah 200-12 = 188 mil. Sebagaimana telah
dikemukakan hak-hak negara pantai atas kedua laut tersebut berbeda yaitu
kedaulatan penuh atas laut wilayah(teritorial) dan hak-hak berdaulat atas zona
ekonomi untuk tujuan eksploitasi sumber kekayaan yang terdapat di daerah laut
tersebut.
Batas dalam ZEE adalah batas
luar dari laut territorial. Zona batas luas tidak boleh melebihi kelautan 200
mil dari garis dasar dimana luas pantai territorial telah ditentukan. Kata-kata
dalam ketentuan ini menyarankan bahwa 200 mil adalah batas maksimum dari ZEE,
sehingga jika ada suatu negara pantai yang menginginkan wilayahnya ZEE-nya
kurang dari itu, negara itu dapat mengajukannya. Di banyak daerah tentu saja
negara-negara pantai tidak akan memilih mengurangi wilayah ZEEnya kurang dari
200 mil, karena kehadiran wilayah ZEE negara tetangga. Kemudian timbul
pertanyaan mengapa luas 200 mil menjadi pilihan maksimum untuk ZEE. Alasannya
adalah berdasarkan sejarah dan politik : 200 mil tidak memiliki geographis
umum, ekologis dan biologis nyata. Pada awal UNCLOS zona yang paling banyak di
klaim oleh negara pantai adalah 200 mil, diklaim negara-negara amerika latin
dan Afrika. Lalu untuk mempermudah persetujuan penentuan batas luar ZEE maka
dipilihlah figur yang paling banyak mewakili klaim yang telah ada. Tetapi tetap
mengapa batas 200 mil dipilih sebagai batas luar jadi pertanyaan. Menurut Prof.
Hollick, figure 200 mil dipilih karena suatu ketidaksengajaan, dimulai oleh
negara Chili. Awalnya negara Chili mengaku termotifasi pada keinginan untuk
melindungi operasi paus lepas pantainya. Industri paus hanya menginginkan zona
seluas 50 mil, tapi disarankan bahwa sebuah contoh diperlukan. Dan contoh yang
paling menjanjikan muncul dalam perlindungan zona adalah diadopsi dari
Deklarasi Panama 1939. Zona ini telah disalahpahami secara luas bahwa luasnya
adalah 200 mil, padahal faktanya luasnya beranekaragam dan tidak lebih dari 300
mil.
Delimitasi
Zona Ekonomi Eksklusif
Mengingat ZEE yang merupakan
zona baru,dalam penerapannya oleh negara-negara menimbulkan situasi bahwa
negara-negara yang berhadapan atau berdampingan yang jarak pantainya
kurang dari 200 mil laut harus melakukan suatu delimitasi (batasan) ZEE satu
sama lain.seperti halnya delimitasi batas landas kontinen,prinsip hukum
delimitasi ZEE diatur dalam pasal 74 konvensi hukum laut 1982.rumusan pasal ini
secara mutatis mutandis sama dengan pasal 83 tentang delimitasi landas
kontinen.
Sebelum zona ini lahir,
negara-negara pada umumnya mengenal konsepsi zona perikanan sehingga perjanjian
yang dibuat adalah perjanjian batas zona perikanan pula.perjanjian batas ZEE
antar negara berdasarkan konvensi hukum laut 1982 masih belum begitu
banyak.Indonesia baru menetapkan perjanjian ZEE hanya dengan australia melalui
perjajian antara pemerintah republik Indonesia dengan pemerintah Australia
tentang penetapan batas Zona Ekonomi Ekssklusif dan batas-batas dasar laut
tertentu yang ditandatangani di Perth, pada tanggal 14 Maret 1997. Indonesia
masih harus membuat perjanjian ZEE dengan seluruh negara yang berbatasan laut
dengan Indonesia kecuali Australia.