engga penting ni cerita beneran atau cuma dongeng, aku suka cerita nya.. ada pelajaran yang dapat dipetik.. dan ini ceritanyaaa...
-
-
-
Hamparan indah lembah
itu, dibentengi delapan gunung, dihiasi enam air terjun setinggi ratusan meter,
dibungkus selimut kabut putih sejauh mata memandang, hamparan lading subur,
rumah-rumah panggung dari kayu yang eksotis, lenguh suara burung dan hewan yang
hidup bebas, itulah lembah permai. Bahkan di sana angin tidak berhembus
lazimnya seperti di tempat-tempat lain. Cobalah duduk di salah satu beranda
rumah mereka, pejamkan mata, hanya soal waktu kalian akan tahu angin di lembah
itu bernyanyi, melantunkan kabar betapa sejahtera, makmur, dan adil seluruh
penghuninya. Itulah Lembah Bukhara yang tersembunyi dari peradaban manusia.
Itulah lembah paling indah di seluruh dunia.
Lembah Bukara tidak
dibangun dalam semalam. Lembah itu adalah bukti proses panjang, saling
menghargai manusia dan alam, pemahaman yang baik, penguasaan ilmu pengetahuan
serta kebijakan luhur manusia. Butuh seratus tahun agar Lembah Bukhara menjadi
indah.
Menurut cerit Ali Khan,
emir Lembah Bukhara, seratus tahun silam seluruh keindahan lembah binasa oleh
keserakahan penghuninya, para penambang emas. Meraka datang satu rombongan
disusul rombongan lain. Kabar ditemukannya emas di sepanjang sungai lembah
membuat hutan-hutan dibabat, permukiman baru bermunculan. Dalam sekejap, yang
tersisa hanya lubang tambang emas di mana-mana. Tidak puas melubangi lembanya,
penduduk mulai merangsek ke lereng delapan gunung, menggelontorkan berjuta-juta
ton pasir bebatuan ke lembah, terus mengeduk emas yang tersisa. Lereng gunung
sompal bagai kue yang dipangkas, berubah coklat dan gersang. Hanya dalam
hitungan tahun, seluruh hutan yang luasnya hampir sebesar kota kita berubah
menjadi padang pasir. Tandus, panas, tidak menyisakan apa pun selain kesedihan.
Kerusakan tidak
tertahan, bijih emas semakin sulit ditemuan, maka satu rombongan disusul
rombongan lain bergegas meninggalkan lembah terkutuk itu.
Tidak ada yang tersisa.
Habis, musnah, lantas apakah para penduduk menjadi kaya? Makmur? Ternyata
tidak, jauh bumi dengan langit. Kemilau emas hanya memberikan kesenangan
sesaat, hidup bergaya, lantas apa? Mereka segera miskin. Generasi berikutnya
malah hidup semakin susah. Untuk mencari seember air bersih mereka terpaksa
berjalan kaki belasan kilometer. Padang pasir tidak bisa ditanami. Tamat sudah lading-ladang
yang subur, hutan yang memberikan nafkah. Dan keributan muncul di mana-mana.
Penduduk merebut makanan. Hal-hal sepele memicu pertengkaran. Orang-orang
mencari jalan pintas, melakukan kejahatan, merendahkan harga diri. Lembah itu
berubah jadi permukiman tidak beradab. Sementara para pendatang sudah jauh
meninggalkan mereka. Entah sedang
merusak dimana lagi. Warga lembah harus menanggung keserakahan mereka
membiarkan pendatang menambang emas.
Seratus tahun silam,
adalah Alim Khan, kakek Ali Khan, emir Bukhara yang menjadi tetua lembah. Di
tangan Alim Khan-lah harapan tersisa. Pemimpin yang baru dua puluh tahun,
pulang dari menuntut ilmu di negeri seberang, harus mendapati lembah
kelahirannya hancur lebur. Tidak ada kata menyerah dalam kamus kehidupan Alim
Khan. Dia yakin, siapa yang terus berjuang mengubah nasib, maka alam semesta
akan mengirimkan bantuan, terlihat ataupun tidak terlihat.
Lembah Bukhara tidak
dibangun semalam, melainkan seratus tahun. Pada periode awal, penduduk bahkan
tidak menganggap Alim Khan sebagai emir,
hanya segelintir yang membantu. Alim Khan mengerti situasinya. Dia perlu bukti
nyata agar jalan keluar yang ditawarkannya bisa diterima. Alim Khan percaya,
kembali menjadi petani, menghormati alam, hidup sederhana justru akan
mengembalikan keindahan seluruh lembah. Dia menolak mentah-mentah bentuan dari
luar yang hendak menjadikan lembah itu tambang pasir bijih besi, menawarkan
harta benda bertumpuk. Alim Khan memblokade jalan-jalan agar tidak ada alat
berat dan truk pengangkut pasir masuk. Dia bersama segelintir penduduk lembah
meruntuhkan lereng gunung, memutus total akses keluar-masuk lembah, membuat
lembah itu tersembunyi dari peradaban kaum perusak.
Dan Alim Khan
menawarkan ilmu pengetahuan sebagai jalan keluar. Tebal lautan pasir yang
menutupi seluruh lembah tidak kurang dari tiga puluh meter. Setiap kali hujan
turun, semua air terserap masuk tanpa tersisa, tidak ada sayur, gandum, dan
tumbuhan lain yang bisa hidup. Alim Khan menyuruh mereka mengeduk pasir hingga
kedalaman satu meter, lantas membuat hamparan beton untuk menahan air merembes
ke dalam, menumpuk kembali pasir bersama tanah di atasnya, membuat sumur-sumur
dalam, mengairi tanah yang sudah dilapis beton, mulai menanam sayur mayor. Tiga
bulan, teknologi itu terbukti. Tanah lembah itu memang memiliki unsur hara
berlimpah. Lading sayur Alim Khan menghijau, daunnya rimbun, buahnya lebat dan
besar-besar, membuat pertikaian di lembah terhenti, takjub. Perlawanan sebagian
penduduk yang masih mendukung ide tambang bijih itu berakhir.
Emir mereka benar.
Mereka bisa menaklukkan padang pasir ini, mengubahnya kembali menjadi lembah
yang subur dan diberkahi. Penduduk lembah menyingkirkan perbedaan, menjulurkan
tangan, bahu-membahu memperbaiki lembah yang berarti juga memperbaiki hidup
mereka sendiri.
Sepuluh tahun berlalu,
tidak terhitung kebun penduduk menghampar, pohon-pohon ditanam kembali, sampah
beracun sisa tambang emas ditimbun dalam-dalam, sungai kembali mengalir bening,
dan kehidupan penduduk membaik. Alim Khan menjelaskan pemahaman hidup yang
seerhana, kerja kers, selalu pandai bersyukur, saling membantu.
Lima puluh tahun
berlalu, saat Alim Khan mengembuskan napas terakhir, generasi baru telah lahir
di Lembah Bukhara. Pohon-pohon mulai menghutan, hewan liar kembali, dan
pemahaman hidup yang baik mereka subur. Mereka memiliki teknologi menanam sayur
di uadara. Mereka bisa membuat kebun sayur dua tingkat, dengan sulut-sulut
bambu. Belum lagi berbagai penemuan jenis tumbuhan baru yang lebih baik, lebih
lebat buahnya, lebih tahan hama, dan lebih lezat rasanya.
Seratus tahun berlalu…,
mereka punya satu pohon apel di seluruh lembah, dan apel itu hanya berbuah
sepuluh tahun sekali. Mereka mengunyah apel itu tidak hanya membuat kenyang,
tapi memberikan sensasi tenteram dam pemahaman baik di hati. Mengunyah apel itu
tentu saja tidak membuat berumur panjang, tapi bisa melapangkan hati yang
sempit dan menjernihkan pikiran yang kotor. Itulah apel emas Lembah Bukhara.
By:
-
Tere-liye
(Ayahku (Bukan) Pembohong.